Selamat Datang di Artikel Motivasi Sahabat Sejati
Kamis, 25 November 2010
Mereka yang tumbang paling awal. Dan bangkit paling akhir.
Prasetyo tidak pernah menyangka rontoknya pasar saham Wall Street di Amerika Serikat akan menjungkalkan periuk nasi keluarganya. Dia juga tidak pernah percaya anjloknya harga saham bernilai miliaran dolar di tempat nun jauh di sana ternyata menyebabkan dia kehilangan pekerjaan.
Awal Desember ini Prasetyo resmi dipecat dari tempatnya bekerja, PT Kem Farm Indonesia, Semarang. Sebelumnya perusahaan pengekspor produk pertanian ini hanya akan merumahkan ribuan karyawan. Ada harapan, meski upah yang diterima hanya separo.
Namun belakangan managemen menyatakan perusahaan akan dibeli investor baru asal Taiwan. Buruh diminta memilih mengundurkan diri dan menerima pesangon atau bertahan tapi nasib terkatung-katung di bawah managemen baru. "Seperti dipaksa, kami akhirnya mengundurkan diri," kata Prasetyo.
Prasetyo bersama ribuan buruh lainnya menerima uang pesangon Rp 10 juta. Bermodal uang itu dia berniat meninggalkan rumah yang dikontrak bersama buruh yang sudah berkeluarga lainnya. Prasetyo akan memboyong Amy, istrinya, dan Divitri Aulia, anaknya, yang tahun depan harus masuk sekolah untuk memulai hidup baru sebagai peternak di Temanggung, kampung halamannya.
"Saya sudah tua dan tidak punya keterampilan khusus, jadi lebih baik pulang kampung. Sebodoh apa pun, saya pernah bertani dan beternak, jadi sedikit banyak punya pengalaman," ujar Prasetyo.
Bernasib tidak jauh berbeda, Sularjo, buruh pelitur dan mengecat di pabrik mebel dan kerajinan milik sebuah galeri besar di Jalan Imogiri Barat, Bantul, Yogyakarta, ini mengaku sudah dua pekan dirumahkan oleh majikan. Pemilik galeri merumahkan Sularjo dan belasan buruh lainnya, karena produk kerajinan belum laku hampir dua bulan. Kiriman pesanan mebel ke luar negeri dibatalkan dan stok barang masih menumpuk di gudang.
Bisnis kerajinan yang memiliki target pasar utama di Amerika dan Eropa menerima dampak paling hebat dari krisis ekonomi. Lesunya ekonomi di negara tujuan ekspor menyebabkan pasar semakin loyo. Orang-orang sedang mengencangkan ikat pinggang dan mengerem nafsu membeli barang kebutuhan tertier.
Meski hanya mendapat upah Rp 450 ribu sebulan plus uang makan Rp 5 ribu sehari, Sularjo mengaku dapat mencukupi kebutuhan kelurganya. "Pasaran (upah) tukang pelitur sama cat oven memang segitu di sini. Kalau di kota mungkin lebih banyak. Yang di kantor (bagian manajemen) saya denger 600 ribu rupiah. Mereka lulusan SMEA apa SMA gitu," kata Sularjo.
Berbeda dari mekanisme merumahkan buruh perusahaan besar, galeri tempat Sularjo bekerja tidak membayar gaji pokok buruh selama dirumahkan. Sularjo hanya "dibekali" janji dipekerjakan kembali jika pesanan barang kembali ramai. "Tidak enak mau protes. Ibunya (majikan) bilang dua bulan ndak ada penjualan besar. Mungkin dia ndak punya uang untuk gaji pekerja," ujarnya.
Ketika gelombang krisis ekonomi menggulung menjelang penghujung tahun 2008 dampaknya belum terlalu dirasakan oleh hampir seluruh pelaku bisnis di Indonesia. Sejumlah pengamat ekonomi bahkan yakin krisis kali ini tidak akan mampu mengolengkan perahu ekonomi negara.
Namun hanya berselang 5 bulan sejak pasar saham Amerika dan Eropa limbung di "tinju" krisis, awal November, ribuan buruh dirumahkan, bahkan dipecat. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengatakan, pada bulan krisis sampai akhir 2008 akan terjadi pemecatan 23.927 buruh. "Jumlah ini yang dimonitor sampai November 2008," ujarnya.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Porvinsi Banten mencatat, sejak krisis ekonomi global terjadi sudah 11 ribu buruh dirumahkan. Kepala Disperindag Provinsi Banten Hudaya mengatakan, tidak tertutup kemungkinan jumlah tersebut akan bertambah di tahun depan. "Banyak industri yang mengeluh. Untuk bertahan saat ini terasa sangat berat."
Rentannya posisi buruh menjadi "tumbal" mengatasi krisis oleh perusahaan disoroti Lembaga Bantuan Hukum Jakarta sebagai masalah serius tahun ini. LBH mengaku menerima pengaduan 185 kasus sengketa perburuhan dengan korban mencapai 10.176 orang. Kasus yang ditangani umumnya terkait pemecatan sepihak.
Munculnya UU 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) justru menghilangkan tanggung jawab pemerintah menjamin penghidupan yang layak bagi warga negara. "Negara justru menyilakan buruh dan pengusaha bertarung. Padahal posisi antara buruh dan perusahaan sangat tidak seimbang. Dalam konteks perburuhan, negara harus memberikan proteksi pada buruh," kata Hermawanto, pengacara publik LBH Jakarta.
Terompet tahun baru tampaknya tidak akan nyaring tahun ini. Kembang api yang disulut di pusat kemakmuran kota tidak akan terang berpendar. Semua redup. Semua cemas berharap mesin uang pasar saham Wall Street kembali bergeliat, sambil menghitung jumlah korban yang ambruk disapu badai krisis. (E1)
Angga Haksoro, Andhika Puspita Dewi, Kurniawan Tri Yunanto, Reza Yunanto, Ginanjar Hambali, dan Hervin SaputraFoto-foto: VHRmedia.com/Andhika PD/Kurniawan TY ©2010 VHRmedia.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar