Selamat Datang di Artikel Motivasi Sahabat Sejati



Minggu, 14 November 2010

Janda Si Lebai Malang

Amit-amit sungguh kelakuan Supar, 35 tahun, dari Palangkaraya (Kalteng) ini. Bini tetangga dikejar-kejar dan dirayu-rayu sampai bertekuk lutut dan berbuka paha. Tapi begitu Ny. Katrin, 32 tahun, hamil, ee….dia tak mau tanggungjawab. Padahal wanita tersebut sudah terlanjur diceraikan oleh suaminya. Ke mana lagi larinya si janda ini, jika tidak ke kantor polisi?
Tak ada lelaki normal yang tak tergiur oleh kecantikan wanita. Bahkan kalau mau berkata jujur, maunya dan kalau bisa, setiap wanita cantik akan digaulinya. Cuma di sini kan ada moral, etika, aturan agama dan sejuta keterbatasan manusia. Maka yang terjadi kemudian, yang mampunya hanya memiliki satu, ya itu saja yang digeber siang malam hingga termehek-mehek.
Itu pula sikap dan perilaku Supar, warga Jalan Sisingamangaraja, Palangkaraya. Matanya yang terkena penyakit mata keranjang, merasa gatel bila menyaksikan wanita cantik di sekitarnya. Tak pandang gadis, bini orang, kalau bisa semuanya ditempel. Padahal dia juga tahu bahwa yang di rumah, yang milik orang, di ujung nafsunya ternyata berasa sama saja. “Hanya beda di semangat awalnya saja,” begitu kata Supar dalam wacana selingkuhnya.
Kini titik perhatian Supar baru mengarah pada Ny. Katrin, tetangga tepat di depan rumahnya. Wanita itu demikian cantik dan sempurna. Kulitnya putih bersih, bodinya seksi, betisnya mbunting padi. Ditambah tumitnya yang jambon, sungguh membuat fantasi seksual Supar makin melambung. Di matanya, Katrin begitu sempurna. Kalau ada cacat, kenapa dia sudah jadi milik orang!
Akhlak, moral, segera dinafikan Supar. Dia mencoba mendekati bini Wawan, 40 tahun, tetangganya itu. Kebetulan suami Katrin ini sering tugas keluar kota, sehingga peluang bagi Supar demikian luas. Setiap wanita tetangga itu keluar dari rumah pagi untuk belanja ke warung misalnya, dia sudah pasang mata di teras. Lalu dipelototinya wanita itu, sampai Ny. Katrin jadi risih dibuatnya. “Lihat perempuan kayak kucing lihat dendeng aja.Dasar….,” batin wanita itu.
Hari-hari lain Supar terus mencoba mendekati bini Wawan, dengan segala rayuan dan gombalan. Lantaran Katrin sendiri sering kesepian, akhirnya dia bertekuk lutut dan berbuka paha untuk Supar. Bila lelaki tetangga tersebut mengajaknya bikin “lindu setempat” dengan kekuatan 8 skala Richter, dilayani saja. Gila nggak, di saat tetangga belakang rumah ngecor bangunan, mereka siang-siang “ngecor” sendiri.
Ilmu selingkuh Supar-Katrin agaknya belum canggih. Buktinya baru sekian kali kencan sudah ketahuan warga dan kemudian dilaporkan pada Wawan. Tentu saja suaminya marah-marah. Tapi sebagai lelaki yang penyabar bagaikan wayang Puntadewa, dia tak mengirim clurit untuk Supar, tapi hanya menceraikan Katrin. Dia berharap agar bekas istrinya segera diambil istri oleh rekanan selingkuhnya.
Dasar Supar memang lelaki petualang, dia mencoba berkelit dari musibah itu. Dulu dia merengek-rengek ingin mendapatkan cinta Katrin, tapi begitu tetangga idola tersebut sudah dicampakkan suami, dia tak segera mengambil sikap. “Tunggu dulu ya, saya ceraikan dulu istriku, baru kita nanti kawin. Oke…..?” begitu Supar menghibur rekanan selingkuhnya.
Oooo, begitu ya kaum lelaki, kalau sudah dapat lalu habis manis sepah dibuang. Demikian Katrin mengeluh. Tapi karena sudah terlanjur, dia mencoba bersabar. Celakanya, sampai kandungan di perut Katrin menampak, Supar belum juga menceraikan istrinya. Benar-benar nasib bekas istri Wawan ini jadi seperti si lebai malang. Dari sana tidak dapat, dari sini juga terlupakan.
Lama-lama habis juga kesabaran Katrin. Ketika kandungan di perutnya sudah mencapai usia 7 bulan, sedang Supar tak ada tanda-tanda mau menceraikan bini pertamanya, dia nekad lapor polisi. Maka sesuai laporan polisi Supar pun lalu ditangkap. Tapi lagi-lagi dia menampakkan kelicikannya. Entah pura-pura atau serius, ketika dijemput polisi di rumahya dia tampak sakit. Tapi polisi tak kekurangan akal. Dengan infus di tangan, buronan polisi paling dicari itu digelandang ke Polresta Palangkaraya.
Ah Supar, Supar, mau niru pak Harto saja, kamu.
http://beritaseru.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar