Sebagaimana yang bapak-bapak juga ketahui, istilah poligami tentu saja bukan istilah yang asing di telinga kita, banyak yang PRO dan tidak sedikit yang KONTRA. Terlepas dari pro dan kontra, yang jelas poligami telah Allah syari’atkan dalam Kitab Suci-Nya al-Qur’an dan wajib bagi kita (orang Islam) untuk beriman kepadanya supaya tidak termasuk kepada orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat-Nya.
Bapak.. pasti Bapak juga telah mengetahui bahkan merasakan bahwa salah satu fitrah dari penciptaan makhluk yang bernama laki-laki adalah kecendrungan syahwatnya terhadap makhluk lain yang bernama wanita atau perempuan. Sebagai Penciptanya maka Allah tentu telah menyediakan pintu (syariat-Nya) yang bernama pernikahan agar kecendrungan syahwat tersebut tetap berada di atas jalan yang lurus serta diridhai-Nya.
Pada kenyataannya, kecendrungan syahwat laki-laki terhadap kaum perempuan berbeda-beda.. sedikit diantara jumlahnya yang lemah, banyak yang mempunyai kecendrungan syahwat pertengahan, serta banyak pula yang mempunyai kecendrungan syahwat yang besar (bergelora/menggebu-gebu). Apatah lagi saya pernah menemukan sebuah Hadits yang menyatakan bahwa fitnah terbesar bagi kaum laki-laki speninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam adalah wanita. Saya tidak mengetahui apakah derajat hadits ini kuat, lemah, atau bahkan palsu, yang jelas dalam kenyataannya saya sendiri memang banyak menyaksikan serta mendengar bermacam rupa dan bentuk fitnah tersebut, dan diantaranya adalah fitnah terhadap syahwat laki-laki.
Bagi laki-laki yang mempunyai kecendrungan syahwat yang sangat besar terhadap wanita, dan tidak cukup hanya menikahi seorang isteri, maka Allah Yang telah Menciptakan serta Yang Lebih Mengetahui keadaan makhluk-Nya tersebut pun tidak luput juga untuk menyediakan solusinya yang kita kenal dengan istilah Poligami, dengan syarat laki-laki yang akan berpoligami harus mampu berbuat ADIL (keadilan yang dituntut di sini adalah pada masalah dhahir, adapun keadilan dalam masalah hati dimana laki-laki tidak mungkin bisa berbuat adil, maka kata para ‘ulama hal ini dimaafkan)
Masalahnya, apakah poligami benar-benar bisa menjadi sebuah SOLUSI atau malah menjadi MASALAH di atas masalah? Nah.. untuk pertanyaan ini tentu harus dikembalikan lagi kepada bapak-bapak yang akan menjalaninya.
Wah.. dalam hal ini tentu saya bukan ahlinya (apalagi berpengalaman.. hehe), tetapi mungkin dari pemikiran yang sangat sederhana ini saya berpendapat bahwa untuk menciptakan keadilan sebagai syarat berpoligami setidaknya kita harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Persiapan Ilmu
Persiapan ilmu poligami ini bukan hanya ditujukan untuk suami yang akan berpoligami saja, tetapi bagi suami bahkan istri pada umumnya. Kenapa? Yaa.. ungkapan menyatakan bahwa jodoh, maut, bahagia dan celaka seseorang telah Allah tentukan sebelumnya.
Mungkin saja seorang suami begitu kuat keiinginannya untuk menikah lagi (berpoligami), tetapi jika Allah menentukan bahwa jodohnya hanya seorang atau tidak dengan cara berpoligami, maka bagaimanapun kerasnya keinginan dan upayanya untuk berpoligami, maka akan sia-sia saja.. ia tidak akan berpoligami. Tetapi sebaliknya, mungkin saja seorang suami sangat tidak berniat untuk berpoligami dan telah merasa cukup baginya hanya seorang isteri, tetapi jika Allah telah menentukan bahwa jodohnya harus lebih dari satu dan caranya harus melalui poligami, maka ia tidak mungkin bisa menolaknya.. pasti ia akan berpoligami. Dan isterinya pun harus sudah siap akan hal ini. Istilahnya:
“Harus bersedia payung sebelum hujan”
Jadi pelajarilah tentang bagaimana cara berpoligami dalam Islam, keadilan berpoligami yang dikehendaki dalam Islam, dan sebagainya beserta isteri tercinta.
2. Persiapan Finansial (Materi)
Untuk menafkahi keluarga yang pertama serta bakal keluarga yang baru ini, tentu saja persiapan materi adalah hal yang sangat penting. Jika belum benar-benar siap pun, setidaknya telah ada rancangan, kesanggupan serta keyakinan bahwa nafkah atau materi akan ia peroleh di kemudian hari di saat berpoligami.
3. Persiapan Fisik
Kalau hal ini mungkin sudah tidak harus dibahas lagi, karena adanya kecendrungan syahwat tentunya harus disertai oleh kesipan fisik yang prima. Jika tidak, maka tentu yang ada adalah kezhaliman semata.
4. Berterus terang kepada isteri pertama (isteri sebelumnya)
Bapak.. konon tidak diwajibkan adanya restu dari isteri pertama, tetapi kalau “berterus terang” untuk menikah lagi saya sendiri sangat menganjurkan karena:
- Jika baru di belakang hari isteri pertama mengetahui sang suami ternyata telah menikah lagi, dikhawatirkan ia akan merasa dibohongi atau ia akan kaget (syok). Kalau syoknya ringan dan hanya berlangsung beberapa hari saja mungkin masih wajar, tetapi bila berlangsung lama serta begitu stressnya, maka khawatirlah akan keselamatannya jiwanya. Mungkin ia jadi banyak melamun saat melintas atau membawa kendaraan di jalanan, sehingga menimbulkan kecelakaan, dan sebagainya.
- Dengan tidak berterus terang, kemungkinan besar suami akan banyak berbohong kepada isteri, apalagi suatu kebohongan biasanya akan melahirkan kebohongan-kebohongan selanjutnya, dan tentu hal ini akan mengakibatkan dosa-dosa yang bertumpuk dan terus bertumpuk.
- Dengan berterus terang kepada isteri, maka insya Allah isteri pun akan merasa dihargai serta dihormati sebagai calon isteri tertua.
5. Berpoligamilah dengan tujuan untuk mengokohkan Agama
Memang melampiaskan syahwat melalui pernikahan poligami adalah baik, terpuji, dan insya Allah berpahala tidak seperti perzinahan yang mengakibatkan dosa besar dan kehinaan, tetapi yaa jangan untuk pelampiasan syahwat semata.. sayang Pak. Maka berupayalah supaya tujuannya lebih dari itu. Misalnya:
- Berpoligami karena ingin mengangkat taraf hidup calon isteri yang baru beserta keluarganya.
- Berpoligami untuk menolong akhlak dan agama calon isteri yang baru.
- Berpoligami untuk mempermudah datangnya jodoh bagi wanita yang kesulitan mencari jodohnya.
- Berpoligami untuk menyantuni anak yatim yang berada dibawah asuhan ibunya/calon isteri barunya tersebut.
- Dan sebagainya.
Untuk kemaslahatan yang lebih besar bagi kehidupan keluarga sebelumnya serta keluarga kedua (berikutnya), maka saya pun menganjurkan supaya nantinya rumah isteri pertama serta rumah isteri kedua jaraknya berdekatan, atau kalau mungkin berada di bawah atap yang sama dan hanya dipisahkan oleh dinding. Kenapa..? hal ini penting supaya:
- Semua isteri dan anak-anak senantiasa berada di bawah pengawasan kita.
- Isteri pertama dan isteri kedua bisa saling membantu meringankan kewajiban sebagai isteri dan sebagai ibu dari anak-anak.
- Isteri pertama dan isteri kedua bisa saling mengawasi, menasihati, mengingatkan, saling mengajak kepada kebaikan, ketakwaan dan kesabaran.
- Isteri pertama dan isteri kedua bisa bersama-sama mendidik anak-anak mereka.
- Bila diantara mereka ada usaha atau bisnis yang dijalankan, maka mereka bisa bersama-sama mengelola serta memajukan usaha tersebut.
- Dan lain-lain hikmah dari poligami.
Nah.. mungkin hanya ini beberapa hal tentang poligami yang berada di benak dan pikiran saya. Untuk lebih afdhalnya tentang bagaimana cara menjadi keluarga poligami yang ideal pastinya kita harus mempelajari serta memahami bagaimana poligami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, para sahabat-nya radhiallahu’anhum, para tabi’in, tabi’it tabi’in, para ‘ulama dan orang-orang shalih rahimahullah, supaya berpoligami tidak malah menjadi masalah, tetapi BENAR-BENAR menjadi SOLUSI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar