Selamat Datang di Artikel Motivasi Sahabat Sejati



Kamis, 25 November 2010

Bukan Salah Kartinem

Rieke Diah Pitaloka
Muka Kartinem pucat pasi. Sepucat tissue basah yang biasa digunakannya untuk mengelap selangkangan Aditya, bila bayi tujuh bulan itu buang air besar. Pagi itu Nyonya Siska (mama Aditya) membentak-bentak Kartinem, baby sitter yang telah merawat dan mengasuh bayinya sejak usia satu minggu. Aditya kini sedang terbaring di ruang ICU sebuah rumah sakit. Bayi itu terserang diare hebat. Kata dokter, ia perlu perawatan khusus, karena mengalami dehidrasi berat. Bila tidak, akibatnya fatal. Aditya bisa kejang-kejang. Saraf-saraf tubuhnya bisa lumpuh total.

Nyonya Siska panik. Uring-uringan. Marah-marah. Ngomel-ngomel. Menuduh Kartinem sebagai penyebab diare Aditya.

"Sudah berkali-kali saya ingatkan, botol susu harus steril!" hardik Nyonya Siska.
"Sudah saya sterilkan, Bu," sela Kartinem, gugup.
"Jangan membantah! Sudah jelas kamu yang salah. Nggak becus!" omel Nyonya Siska lagi, matanya melotot.

Meski masih muda belia, Kartinem sudah malang melintang di dunia asuh-mengasuh bayi selama delapan tahun. Saking lamanya, ia sampai lupa nama-nama bayi yang pernah dirawatnya. Kartinem cekatan dan telaten. Ia sangat paham tabiat bayi. Ia mengenal bayi seperti ia mengenal telapak tangannya sendiri. Bayi serewel apa pun, selalu nyaman dan diam dalam dekapannya. Karena itu, Kartinem terbilang pengasuh bayi berpengalaman. Rasanya tak mungkin ia lupa mensterilkan botol susu Aditya. Mustahil pula ia yang menyebabkan Aditya terserang diare. Tapi, apa boleh buat! Baby sitter tetaplah baby sitter. Pengasuh tetap saja pengasuh. Mungkin, bagi Nyonya Siska, baby sitter sama seperti Ninuk dan Kunti, dua orang pembantu di rumahnya. Pagi itu juga Kartinem harus angkat kaki dari rumah Nyonya Siska. Kesalahannya tak terampuni. Kartinem dipecat, hanya karena dugaan yang belum tentu benar. Majikan Kartinem tak mau ambil risiko. Bila Kartinem dipertahankan, bisa saja si kecil Aditya terserang penyakit yang lebih parah lagi. Kartinem pun bergegas membuntal pakaian, meninggalkan rumah itu.

Untunglah beberapa hari kemudian Aditya sembuh. Ia sudah melewati masa kritis. Bayi itu kembali lincah dan gesit seperti semula. Kata dokter, diare Aditya bukan karena botol susu yang tidak steril, melainkan karena susu formula yang dikonsumsi Aditya kelebihan kandungan lactosa. Dokter menyarankan susu Aditya diganti dengan susu formula yang rendah kadar lactosa. Selesai satu masalah, timbul masalah baru. Nyonya Siska kerepotan merawat Aditya. Bayi itu rewel terus-terusan sejak kepergian Kartinem. Semula Nyonya Siska dan suaminya agak sungkan menghubungi yayasan penyalur baby sitter tempat Kartinem kini berada. Tapi, kalau mereka mencari baby sitter lain, penyesuaiannya pasti butuh waktu. Aditya bisa lebih rewel lagi. Dengan berat hati, Nyonya Siska tetap meminta Kartinem kembali ke rumahnya.

"Maaf Bu, Kartinem sudah pulang ke Magelang!" begitu jawaban pihak yayasan ketika ditelepon Nyonya Siska
"Kapan dia balik ke Jakarta? Kami sangat butuh!" tegas Nyonya Siska.
"Kami kurang tahu. Tapi, kami masih punya beberapa orang baby sitter kalau Ibu mau."
"Tidak. Kami akan tunggu Kartinem!"

Sementara itu, di sebuah desa kecil di daerah Muntilan (Magelang), seorang gadis muda tampak sedang bimbang. Padahal, bila sudah kembali ke Jakarta, tidak akan sulit ia mendapatkan majikan baru. Cuma, ia khawatir kalau ketemu majikan seperti Nyonya Siska, yang main bentak semaunya, main pecat seenaknya. Dulu, Kartinem memilih ikut pendidikan baby sitter karena ia tidak mau jadi pembantu. Bagi Kartinem, pengasuh bayi punya keahlian khusus, tidak bisa diperlakukan sama dengan pembantu. Tapi, amarah Nyonya Siska masih saja terbayang di benaknya. Kartinem takut bila majikan barunya nanti juga memperlakukan dirinya seperti pembantu. Ia enggan kembali ke Jakarta. Padahal, banyak nyonya kaya menunggu Kartinem, termasuk Nyonya Siska yang terus -menerus merasa bersalah setelah mengusir pengasuh bayi terbaik yang pernah ia miliki....
©2010 VHRmedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar